Minggu, 24 April 2011

tugas cerpen "DILEMA EKSEKUSI DIRI"


DILEMA EKSEKUSI DIRI

            “Renung….. renung… merenung lagi….!!!!” Terdengar suara serak laki-laki yang berasal dari balik pintu, dengan memakai seragam seperti kebanyakan siswa SMA lainnya. Dia adalah Tio, sahabat akrabnya widi dari kecil. Tio adalah manusia yang paling dekat dia kenal di sekolah itu semenjak kepindahannya dari sekolahnya yang lama karena orang tuannya Widi memutuskan untuk pindah kerja, tetapi walaupun setelah pindah kerja orang tuannya Widi tetap saja sering kaluar kota, mereka lebih mementingkan pekerjaan ketimbang anak semata wayangnya, akan tetapi sahabatnya Tio yang baru saja bertemu kembali masih setia menemaninnya. Tirai-tirai jendela kelas berterbangan di tiup oleh sepoi-sepoi angin membuat suasana lebih dramatis.
          “heii….!” Widi tersentak dalam lamunan, sementara Tio masih menatap Widi sambil tersenyum.
          “gimana nih… disekolah yang baru??” Tio bertanya tanpa melepaskan sedikit pun senyumnya
          “mmm bagus… standar Internasional kan?”
          “bukan itu… kamu betah kembali lagi kesini…?” Tio semakin mendekat
          “iya..iya.. betahlah…” Widi membalas senyum Tio
          “gimana?” Tio bertanya tanpa jelas
          “gimana apanya??” wajah Widi berubah ,menjadi penasaran
          “perguruan tinggi mana yang kamu pilih…? kita kan udah kelas XII saatnya memikir masa depan” pertanyaan Tio kali ini membuat keheningan sejenak diantara mereka, tampak ekspresi kebingungan di wajah manis Widi.
          “mmm…..” tanpa jawaban Widi langsung memalingkan wajah dari hadapan Tio dan pergi.
          Tio merasakan keanehan sikap dari Widi belakangan ini. Soalnya Widi sering sekali menyendiri di privateroom di setiap ada waktu kosong, Tio sempat berfikir Widi sekarang ini bukannlah Widi yang dulu. Sementara Widi yang berpaling dari hadapan Tio itu langsung berlari di sepanjang koridor tanpa ada tujuan arah yang di maksud. Pada akhinya langkah Widi terhenti di lapangan basket, dia melihat sekelompok siswa laki-laki yang ada di sana, dia masih mengingat sewaktu dia masih sebagai kapten basket di sekolahnya. Belum lama dia berdiri di dekat koridor yang dekat dengan ring basket “buuuummmm…..” sebuah bola basket mengenai kepalanya, kemudian widi terjatuh.
          “awh….” Kepala Widi terasa pusing akibat benturan bola
          “waduh sorry…. Maaf…” kata seorang laki-laki berbadan tinggi dan manis itu.
          “udah ngga pa-pa…” Widi langsung meninggalkan laki-laki itu
          “hey tunggu…. Nama kamu siapa???” laki-laki itu berteriak namun sedikit di tekan agar tidak terdengar oleh teman-temannya.
          Widi terus berjalan tanpa menghiraukan suara itu dan terus mempercepat langkahnya hingga menuju ke gudang di sudut sekoalah, semakin panasarannya dia semakin melihat-lihat di sekitar gedung itu, terlihat sebuah lobang sebesar badan di pagar sekolah yang bolong, kemudian ia melihat keluar ternyata ada sekelompok rumah yang sedikit kumuh dengan bekas-bekkas Koran sebagai dindingnya. Lalu dia terus melangkah hingga di depan rumah kosong itu, rumah yang mungkin tempat tinggal para orang-orang tidak mampu. Rumah itu sangat sederhana sekali dengan seng-seng bekas sebagai atap dan beberapa tumpukkan kardus dan Koran beserta barang-barang bekas. Setelah itu terlihat sekumpulan anak kecil datang.
          “hey….” Widi menyapa anak kecil itu dengan ragu
          “kakak siapa?” Tanya anak kecil yang berbadan kecil tetapi Widi membalas dengan senyum
          “ kakak widi… dari SMA di dekat sini…..” jawab Widi tenang
          “pasti kakak orang kaya ya… bisa sekolah di sana..” Tanya anak yang sedikit lebih besar
          “ ah engga kakak tadi Cuma lewat…. Kakak belum pernah kesini sebelumnya….”
          Kali ini Widi mencoba akrab dengan mereka dan melupakan semua masalah yang sedang di hadapinya, Widi sering kali kesepian karena orang tuanya sering pergi meninggalkannya keluar kota untuk bekerja, tapi sekarang rasa kesepian widi sedikit terobati, Widi berfikir untuk apa uang yang tidak biasa memberikannya kasih sayang tetapi sebaliknya orang yang tidak mempunyai apa-apa bisa hidup dengan bergelimpah senyuman ceria.
          “kak lapar….” Kata anak terkecil dari segerobolan tersebut Widi menatapnya dengan kasihan
          “ini kakak ada sedikit roti…” kata Widi sambil mengeluarkan dua bungkus roti yang dibawanya dari rumah. Lama-kelamaan Widi semakin akrab dengan anak-anak jalanan itu mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Kemudian Widi memutuskan untuk pulang.
          Dalam perjalanan ke rumah Widi bertemu dengan laki-laki yang Ia temui di lapangan basket tadi siang, lelaki itu keluar dari rumahnya Tio dengan membawa tas yang biasanya di pakai untuk sekolah, tetapi Widi mencoba bersembunyi diantara warkop di dekat rumahnya agar tidak ketahuan, dan melanjutkan perjalanan menuju rumahnya yang berhadapan dengan rumah Tio.
          Ternyata masalah ayang di hadapi Widi kembali datang. Terdengar suara seperti suara bertengkar dari rumahnya, suara itu tak asing lagi baginya. Kali ini orang tua Widi bertengkar lagi suasana rumah  mencengkam bagaikan neraka, apa lagi terdengar suara isak tangis dari bundanya, di hatinya ingin sekali untuk membela bundanya tapi dia mengurungkan niat dan berlari kekamar sambil membanting pintu, yang menggambarkan kekesalan Widi.
          “aku bukan apa-apa disini…. Disini aku bukan apa-apa… hiks…hiks… Tio aku butuh kamu” Widi menangis sambil menutupkan bantal keatas kepalanya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh orang tuanya. Kemudian sebuah sms masuk dari handphonenya.
          From : Tio
          Wid knpa kmu lari tdi apa ak slah bcara?
          To : Tio
          Io… ak lg bnyak mslah ak lg btuh kmu skrg
          Ak tunggu kmu d t4 qta ngmpul msih wktu msih kecil
          from : Tio
          Ok J.

          Sekarang Widi menuju taman di belakang rumah. Belum sampai dia ke bawah pohon ditaman ternyata Tio sudah lama menunggu, sekarang Tio memang terlihat lebih dewasa dibandingkan dengan Tio sewaktu smp, tanpa sadar pipi widi memerah.
          “hey…. Kenapa kamu?” Tanya Tio sambil mengeluarkan senyum yang biasanya
          “aku dapat masalah lagi Tio… hiks..hiks…” Widi menangis kepundak Tio dia merasakan kasih sayang sahabatnya yang selama ini terpisah
          “kenapa…. Siapa yang bikin kamu nangis Wid?” sikap Tio berubah menjadi penasaran dan keluar dari sikap dinginnya
          “ orang tua ku berantem lagi tio…. Hiks…hiks..” kata-katanya terbata-bata..
          “tenang Wid tenang… semuanya akan menjadi baik….” Tio mencoba menenangkan Widi
          Beberapa saat kemudian Widi lelah dalam tangis, dia mulai mengantuk dan lama-kelamaan tertidur di kursi di samping Tio yang sedang sibuk dengan gitarnya.  Tiba-tiba kepala Widi tersandar di  bahu Tio, seketika dia terkejut bingung harus bagaimana. Tapi dia mengantar Widi dengan menjaganya agar Widi tidak terganggu dalam tidurnya.
          Keesokan harinya Widi menanyakan yang mengenai tentang masa depannya
          “bunda… widi mau kuliah di Universitas Indonesia…”
          “tapi Wid.. papamu ingin kamu kuliah di Amerika…”
          “tapi Widi maunya di Indonesia ma..”
          “ sudahlah Wid mama sudah lelah bertengkar dengan papamu…. Mama capek wid..”
          Widi terdiam dia merasakan ada dilema yang mengeksekusi dirinya. Dalam kegelisahan hatinya Widi mencoba untuk menghibur diri dengan bermain di belakang gudang sekolah bersama anak-anak yang kurang mampu, tetapi semua kegembiraan yang dia datangkan bersama anak-anak yang kuarang mampu itu terhenti. Ternyata papanya melihatnya bermain di lingkungan kumuh itu
          “widi!!!, apa-apa’an kamu… bermain dengan mereka, kamu sadar Widi papamu memberikanmu dengan berkecukupan lebih dari cukup, kamu itu anak orang kalangan atas… tidak pantas kamu bermain dengan orang-orang seperti mereka….” Kata papa Widi dengan penuh amarah
          “pa…  mereka itu sama kaya’ kita pa..”
          “ sudah cukup.…. Masuk kamu ke mobil…”
          Widi menangis dan berlari kabur menuju rumah Tio, tanpa sadar dia masuk menerobos hingga kamar tio sambil berteriak “TIiOOOO…..!!!!!”, Tio melompat dari kamar mandi masih menggunakan handuk dengan ekspresi cemas… secara histeris Tio berteriak
 “Widi….. kenapa kamu di sini…. Ayo keluar ntar aja nangisnya aku mau pakai baju dulu…. Handuknya mau lepas nii…” wajah Tio masih dalam keadaan was was
“ hehhee… iya….” Sambil tertawa bercampur air mata di pipi Widi keluar kamar, hanya sebentar Widi bertemu dengan Tio dia langsung sedikit kehilangan kesedihannya”
Beberapa hari ini Widi kabur dari rumah, dia masih marah dengan papanya. Dia memutuskan kabur kerumah Tio selama beberapa hari. Ibunya Tio ternyata seramah anaknya, dia juga memperbolehkan Widi menginap di rumahnya.
Malam ini dirumah Tio ada acara Yasinan bulanan. Widi membantu untuk mempersiapkan segalanya. Sambil mempersiapkan semuanya dia mencoba curhat dengan ibunya Tio tentang masalah yang ada. Ibunay Tio menyarankan Widi untuk sholat tahajud memohon kepada Allah agar semua masalah dapat terselesaikan dengan mudah. Semua yang disarankan ibunya Tio dilaksanakan dengan Widi
Beberapa hari setelah itu orang tuanya Widi menjemputnya dan merayunya untuk pulang. Tetapi widi meminta beberapa syarat yaitu syarat yang pertama papanya widi harus memberi makan anak-anak yang ada di pemukiman belakang gudang sekolah dan yang kedua mengijinkannya untuk kuliah di Universitas Indonesia.
Semua masalah yang dihadapi Widi kini terselesaikan dengan mendekati diri kepada tuhan yang maha esa karena tak ada masalah yang tak dapat diselesaiakan. Sekarang semua dilema yang mengeksekusi widi telah hilang karena  sesungguhya masalah yang kita hadapi dapat diselesaikan dengan kita sendiri melalui perantara orang lain.




Eka Ratna Sari
          X RSBI D